Tuesday, May 11, 2010

SENOPATI NUSANTARA DALAM KENANGAN................

Jumat, 28 Desember 2007 NASIONAL


BMG Ingatkan Tragedi KM Senopati
• Gelombang Laut Jawa Masih Tinggi

SEMARANG - Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jateng dan DIY mengingatkan soal cuaca buruk di laut dan darat yang sudah mengganggu jadwal penerbangan dan keberangkatan kapal penumpang .
''Jangan sampai tragedi tenggelamnya KM Senopati Nusantara terulang. Saat itu mesin kapal berhenti mendadak karena diombang-ambingkan gelombang laut, sampai akhirnya kapal tenggelam,'' tutur Koordinator BMG dua provinsi itu, Ir HM Chaeran.
Sebagai catatan, KM Senopati Nusantara milik PT Prima Vista berangkat dari Kumai 28 Desember 2006 pukul 20.30, diperkirakan membawa 628 orang. Dengan perincian 542 penumpang sesuai data pembelian tiket, 57 ABK, 29 sopir dan kernet. Kapal juga membawa tujuh truk, tiga mobil, satu buldoser dan tiga sepeda motor.
Rencananya tiba di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pukul 20.30 pada 30 Desember 2006. Namun saat di seputar perairan Mandalika diterjang gelombang laut cukup tinggi. Kapal kemudian tenggelam pada hari itu. Hingga kini bangkai kapal dan ratusan penumpang lainnya yang tenggelam belum ditemukan.
Menurut Chaeran, cuaca buruk di pantura atau Laut Jawa, antara lain, ditandai tiupan angin barat berkecepatan maksimum 20 Knots. Tingginya curah hujan hingga 360 mm dalam bulan Desember dan kemunculan gelombang laut setinggi 2-3 meter, sangat berbahaya bagi penerbangan dan transportasi kapal laut.
Bahkan sudah mengganggu jadwal penerbangan dan keberangkatan kapal penumpang dalam beberapa hari ini dan ke depan. Dalam beberapa hari terakhir sudah empat kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, batal berangkat ke Kalimantan.
Di Bandara A Yani, sejumlah pesawat terbang juga batal mendarat karena Kota Semarang diliputi cuaca buruk seperti kemunculan kabut, dengan tiupan angin kencang disertai hujan deras. BMG mencatat curah hujan 360 mm dalam bulan ini.
Hingga Januari 2008
Kondisi cuaca buruk seperti itu, kata dia, sebenarnya sudah terpantau sejak pertengahan bulan ini dan diperkirakan mulai membaik hingga pertengahan Januari tahun 2008.
Khusus gangguan gelombang laut, kata dia, disebabkan tiupan angin barat sehingga menyebabkan naiknya gelombang sampai lebih dari empat meter di wilayah Jawa Barat.
Di Brebes, Kota Tegal, dan Kabupaten Tegal, empasan gelombang sangat terasa. Akibatnya di tiga daerah itu, terutama di pantura gelombangnya bisa mencapai lebih dari dua meter. Bahkan hingga Semarang dan seluruh jalur pantura atau Laut Jawa hingga Rembang, tiupan angin barat masih dirasakan cukup kencang. Akibatnya tingginya gelombang dapat mencapai lebih dari dua meter.
Pihaknya mengimbau, untuk sementara, nelayan pantura jangan melaut dahulu karena gelombang sangat tidak bersahabat. Juga kembali mengingatkan soal perusahaan pelayaran yang mengelola angkutan kapal penumpang, agar waspada terhadap cuaca buruk.
Kondisi sama juga dialami di pantai selatan. Angin dari arah selatan di Samudera Indonesia langsung menuju ke utara, berkecepatan 20 knots. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa lebih.
''Dulu KM Senopati Nusantara dihantam gelombang cukup besar sehingga membuat kapal itu bergoyang cukup keras. Muatan seperti truk dan buldoser jalan sendiri sampai akhirnya membuat dinding kapal retak dan air masuk hingga akhirnya kapal tenggelam,'' papar dia.
20 Provinsi Rawan
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) mengisyaratkan, 20 provinsi di Indonesia terdeteksi rawan banjir dan longsor saat musim hujan. Dua puluh provinsi itu antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, sebagian besar Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan sebagian Papua.
''Karena itu masyarakat dan pemerintah daerah di daerah-daerah rawan banjir dan longsor ini diminta menyiagakan tanggap darurat, mengingat curah hujan hingga Januari mendatang masih tinggi dan berpotensi menimbulkan bencana,'' kata Deputi Bidang Penanganan Darurat Bakornas PB, Tabrani, kemarin.
Khusus bencana longsor di Karanganyar, Tabrani mengatakan, Bakornas telah mengerahkan empat ekskavator untuk membantu proses pencarian korban tewas. Sementara pada daerah lain di Jawa Tengah yang dilanda banjir, pihaknya sudah mengirimkan sepuluh perahu karet. (D12, H21,A20,F4,H28,J10,di-49,62)



Doa bagi Korban AdamAir dan KM Senopati


Sambil menahan panas, Bastian (6) menahan diri untuk tidak beranjak dari duduknya yang tanpa alas di atas lapangan berlantai semen di depan sekolahnya yang mulai panas disinari matahari pagi, Rabu (10/1). Untuk menahan panasnya sengatan terik matahari, bocah berkulit putih itu menaruh kertas lukisan di atas kepalanya.
Bersama dengan lebih dari 1.000 anak lainnya, siswa Sekolah Dasar Pangudi Luhur I dan II, Surakarta, itu menyaksikan aksi teman-temannya sendiri yang silih berganti membaca puisi dan bernyanyi diiringi musik yang dimainkan sesama rekan siswa.
Sebagian anak-anak memegang lukisan berwarna yang menggambarkan imajinasi mereka tentang peristiwa kecelakaan pesawat AdamAir dan KM Senopati Nusantara. Sebagian besar lukisan menggambarkan pesawat yang terbakar atau menghunjam laut dengan orang-orang yang akan tenggelam.
Pagi itu dengan mengambil jam pelajaran sekolah, 1.048 anak menggelar Konser Duka Lara Tragedi AdamAir dan KM Senopati Nusantara. Tidak banyak yang mereka tahu, kecuali kabar berita yang ikut mereka dengar dan lihat dari media massa yang membuat kanak-kanak ini ikut bersedih.
"Saya sedih lihat berita di televisi. Katanya sampai sekarang pesawatnya belum ketemu. Kasihan memikirkan korbannya," kata Fiona, siswa kelas VI, yang pandai bermain biola.
Tidak banyak siswa yang memahami penuh bagaimana peristiwa dan perkembangan dua kecelakaan tragis yang terjadi akhir tahun lalu dan awal tahun ini. Namun, yang pasti, dalam kesederhanaan dan kepolosannya mereka berdoa bagi para korban, baik yang meninggal, masih hidup, atau hilang.
Hal ini juga yang menjadi tujuan konser tersebut. Menurut Kepala Sekolah SD Pangudi Luhur I dan II Br ST Teguh Raharjo, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengasah jiwa kepedulian siswa. "Hanya ini yang bisa dilakukan siswa. Mudah-mudahan dengan doa dan empati dari banyak orang, termasuk anak-anak ini, nasib pesawat AdamAir bisa segera diketahui," tuturnya di sela-sela konser.
Dalam konser yang juga disaksikan beberapa orangtua yang mengantarkan itu, dilantunkan beberapa lagu, seperti You Raise Me Up, Seperti yang Kau Ingini, Hening Cipta, Amazing Grace, dan Gugur Bunga. (Sri Rejeki)



[ FUPM-EJIP ] Korban KM Senopati Nusantara Sebelum Terdampar, Ditolong Lumba-lumba
Aris Eko
Wed, 10 Jan 2007 19:29:08 -0800

SM/Hasan Hamid BERBAGI KISAH:Salah seorang korban tenggelamnya KM Senopati
Nusantara, Muzayin (kanan), berbagi kisah kepada para tetangga di rumahnya.(30)

Beribu kisah pilu dan haru terekam dalam tragedi tenggelamnya KM Senopati
Nusantara. Kisah-kisah itu pun menjadi pembicaraan hangat di masyarakat,
apalagi masing-masing memiliki gambaran tersendiri. Seperti adanya bantuan ikan
lumba-lumba yang ikut menyelamatkan mereka. Berikut kisahnya.
DI dalam rumah berukuran 8 meter x 14 meter di Dukuh Mlaten, Desa Mlaten,
Mijen, Demak masih terlihat warga yang bertamu. Rumah Muzayin (42), salah satu
korban KM Senopati yang selamat, seakan tidak pernah sepi.
Sebagian yang datang langsung memeluknya sebagai pertanda haru bercampur
gembira melihat tetangganya selamat dari tragedi maut.
Selain menyampaikan rasa haru, mereka dengan seksama mendengarkan kisah
perjuangan korban selama lima hari terapung di laut bersama 14 korban lainnya.
"Kalau diminta bercerita detail, mungkin tidak selesai dalam waktu sehari,
karena saya terapung selama lima hari hingga terdampar di Madura," kata Muzayin
mengawali pembicaraan.
Pria berusia 42 tahun ini didampingi istrinya, Sri (35) dan anaknya.
Berulang-ulang ia mengucapkan syukur, karena selamat dari bencana bertaruh
nyawa yang dialami bersama ratusan penumpang kapal tersebut.
Kaki kanannya terluka bekas benturan dan tampak hitam gosong. Kendati masih
terasa sakit, dia mengaku harus mengacuhkan. Saat berjalan, tetap mencoba
tegar. "Ini belum seberapa jika dibandingkan dengan perjuangan di tengah laut,"
ujarnya.
Dia menuturkan, sore hari sebelum kapal berpenumpang 600 jiwa lebih itu
tenggelam, banyak yang berebut pelampung. Maklum, jumlah pelampung tidak
sebanyak penumpang.
Pada tengah malam, banyak penumpang yang tertidur. Mereka seakan tidak
merasakan goyangan kapal yang terjadi akibat terhantam ombak besar.
Namun, tidak sedikit pula penumpang yang panik dan bersiap-siap menyelamatkan
diri jika sewaktu-waktu kapal tenggelam. Ternyata benar. Dalam hitungan detik,
setelah kapal besar itu miring, KM Senopati Nusantara tenggelam.
Teriakan histeris bagai menyayat malam. Mereka yang berada di luar ruang induk
secara beruntun terjun ke laut. Karena banyaknya orang yang terjun, beberapa di
antara mereka saling berbenturan. "Kepala saya juga terkena tubuh korban yang
terjun secara beruntun," ujarnya.
Malam yang masih gelap semakin membuat suasana tegang. Apalagi, ombak besar
terus mengombang-ambingkan mereka di tengah laut. Pria yang sudah lima tahun
bekerja di Kalimantan Tengah (Kalteng) ini tergolong beruntung. Ia bersama 14
teman lainnya mendapatkan sekoci karet.
Tak berapa lama sekoci telah menjauh dari lokasi tenggelamnya kapal. Muzayin
mengaku tidak tahu nasib teman lainnya. Yang ia tahu hanya mereka yang berada
di sekoci.
Pagi harinya, sekoci sudah berada di tengah laut dan pandangan mata tidak
melihat korban lainnya. Di perahu karet itu ia mengenali seorang korban lain
yang masih tetangga desanya, yakni Basyir, warga Desa Bremi, Kecamatan Mijen.
Saat sedang berpikir mencari jalan ke pantai, tiba-tiba berdatangan puluhan
ikan lumba-lumba yang mendorong sekoci.
"Dari bawah kami merasakan sundulan mereka yang mendorong sekoci. Mungkin
disundul ke arah daratan, akan tetapi saat itu kami semua tidak menyadari,"
tuturnya.
Beberapa waktu kemudian sebagian ikan tersebut berada di air depan sekoci dan
seakan memberi tahu bahwa sudah dekat dengan mercusuar. Mereka melompat-lompat
di perairan dengan mengeluarkan suara yang khas. "Tetapi, sekali lagi kami
tidak memahami maksud ikan-ikan itu dan tetap cuek," katanya.
Para korban lantas menyepakati menyobek atap sekoci untuk dijadikan layar agar
dapat mengikuti arah angin hingga ke darat. Perahu darurat itu pun langsung
bergerak cepat terdorong angin. Ikan lumba-lumba masih terus mengejar. Setiap
malam ikan itu mendorong perahu mendekat ke pantai. Ketika pagi hari pandangan
melihat kepulauan, mereka langsung mengayuh dengan tangan secara bersama-sama.
Akan tetapi, saat mau mendekat pantai, gelombang besar datang mendorong hingga
kembali ke tengah laut.
Ikan lumba-lumba masih berusaha menolong sampai hari ketiga. Pada hari keempat,
diperkirakan masuk perairan Surabaya, ikan penolong itu tak lagi terlihat.
Tentang Burung
Yang ada burung tetenger yang bentuknya mirip lumba-lumba. Anehnya, burung itu
selalu terbang pendek di atas sekoci. Bahkan, sempat beberapa kali mendarat di
sekoci.
"Saya juga sempat memegang burung itu. Sama sekali tidak liar. Semula ada yang
mengusulkan untuk dimakan, tetapi lebih banyak yang keberatan dengan alasan
burung itu sebagai penolong."
Burung unik yang baru mereka lihat itu kemudian pergi ketika sekoci terbalik
oleh ombak besar. Semua penumpang terjatuh. Saat itu mereka baru menyadari
sudah sampai daratan setelah kaki mereka menyentuh batu karang.
"Jarak sampai ke tepi pantai memang masih jauh. Kami berjalan kaki dengan alas
batu karang sekitar 30 menit."
Sesampai di tepi pantai Pulau Kangian, Madura, mereka bersama-sama mencari
kelapa dengan memanjat pohon, namun belum berhasil. Ada perahu nelayan yang
mendekat. Setelah diberitahu, mereka langsung diajak ke perkampungan.
Hampir semua korban menangis, karena sambutan warga luar biasa, layaknya
menyambut pahlawan usai bertempur.
Warga yang memberikan uang, dalam waktu seketika terkumpul Rp 3,5 juta. Uang
itu digunakan untuk membeli sabun, pasta gigi, dan lainnya.
"Baju pantas pakai terkumpul sampai satu mobil pikap dan makanan tidak
kekurangan," cerita Muzayin yang tak menyadari air matanya membasahi pipi.
Sebelum ke Surabaya, masing-masing korban diberi uang jalan Rp 100.000 oleh
pengurus NU. Di Surabaya mereka dirawat di RSU setempat.
Ketika beranjak pulang, mereka diberi uang transpor oleh Bupati Pangkalan Bun
sebesar Rp 500.000/orang.
Ia kagum dengan respons Pemkab Pangkalan Bun yang memberi perhatian seperti
itu. Bahkan, warganya yang jadi korban langsung dijemput dan dipulangkan dengan
fasilitas tiket pesawat terbang. Ia menyayangkan kelambanan tim SAR hingga
mereka sampai terdampar ke Pulau Madura.
"Saya pulang sendiri bersama Basyir, warga Bremi yang dijemput keluarganya."






Menunggu Ketidakpastian Itu Lebih Menyiksa


Mendung yang bergelayut di atas kota Rembang, Jawa Tengah Minggu (31/12/06) mengiringi tangis Ny. Hamzah yang memecah keheningan ruang tunggu Unit Gawat Darurat (UGD) RSU Dr. Soetrasno, Rembang. Nama-nama anggota keluarganya yang menjadi korban kecelakaan KM. Senopati tidak tercantum dalam deretan nama korban selamat yang tertempel di tembok RS. Pencariannya selama sehari penuh di dua rumah sakit di dua kota, Tuban, Jawa Timur dan Rembang, Jawa Tengah seakan sia-sia.

"Saya takut, keluarga saya meninggal dunia,.." kata perempuan asal Surabaya itu sambil sesenggukan. Sapu tangan biru miliknya semakin basah dengan air mata. Tangisnya semakin keras, ketika bayangan Della Puspita, 2,5 tahun, terlitas di angannya. "Saya ingat cucu saya, kemana dia sekarang?" tanyanya dalam tangisan. Puluhan orang yang ada di ruang tunggu itu pun hanya terdiam. Larut dalam kesedihan.

Ketidakpastian atas nasib penumpang KM. Senopati, menjadi beban berat anggota keluarga yang lain. Apalagi, hampir empat hari berlalu pasca peristiwa kecelakaan kapal penumpang, masih belum ada kejelasan. Belum lagi, simpang siur jumlah korban meninggal dunia dalam peristiwa itu, datang dan pergi bagai isu perceraian pasangan selebriti. Tidak pernah berhenti. "Saya sampai harus ke dua kota, Tuban dan Rembang, kemana lagi harus mencari?" kata Ny. Hamzah.

Ny.Hamzah menceritakan, tiga keluarga yang dicari itu adalah Agus Sugiono,35, Rusmiati, 25 dan Della Puspita,2,5 tahun. Agus adalah salah satu manajer di kapal itu. Sebelum tragedi ini terjadi, keuarga Agus rencananya merayakan pergantian tahun di atas KM. Senopati, sambil menikmati indahnya pemandangan laut lepas. "Tapi sekarang kok jadinya seperti ini," kata Ny. Hamzah.

Posisi geografis kecelakaan kapal pun semakin menyulitkan pihak keluarga untuk mencari tahu. Hasil tim Search and Rescue (SAR) yang belum juga menunjukkan keberhasilan. "Katanya jenazah korban masih terjebak di Pulau Mandalika, bahkan ada yang bilang puluhan jenazah sudah dibawa oleh kapal nelayan, yang mana yang benar?" tanya Siti, istri Nadi Hadi Sutrisno, salah satu penumpang kapal yang hingga kini juga belum jelas nasibnya.

Siti dan Nadi Sutrisno adalah pasangan suami istri yang tepaksa hidup terpisah karena Siti meneruskan pendidikannya di sebuah universitas swasta di Semarang. Sementara Nadi tinggal di Pingkal Labu, Kalimantan. Pada Idul Adha ini, Nadi bermaksud mengunjungi istrinya di Semarang untuk sama-sama merayakan Idul Adha. "Saya sudah khawatir, karena kabarnya angin di laut kencang sekali," kenang Siti.

Kekhawatiran Siti menjadi kenyataan. Nadi yang dijadwalkan datang Kamis malam, belum juga datang. Nomor setepon seluler milik Nadi pun tidak bisa dihubungi. Siti berinisiatif menghubungi PT. Prima Vista di Kumai, Kalimantan. "Katanya ada gangguan di kapal, karena cuaca, tapi kapal sudah berlindung di Pulau Mandalika, saya pun tenang," katanya. Namun, belum juga kekhawatira mereda, ada kabar di televisi ada kapal tenggelam. "Saya hanya berharap dan berdoa," kata Siti sembari meneteskan air mata.

Reaksi berbeda ditunjukkan Rustamadji. Purnawirawan Polisi ini terlihat tenang menunggu kabar tidak menentu atas keluarganya. "Saya juga bingung, tapi harus bagaimana lagi," katanya. Meski dirundung duka, Rustamadji memilih untuk melakukan pencarian anggota keluarganya dengan cara menyebar fotocopy wajah keempat anggota keluarganya yang hilang. Foto keluarga itu ditempelkan di kertas HVS kemudian diperbanyak, lalu di tempel di rumah sakit di Rembang, Tuban dan Surabaya. Di bagian bawahnya dibeni nomor telepon yang bisa dihubungi kapan saja.

Keempat keluarganya yang hilang itu adalah Nur Endang Hariyani,55, Nur Eka Damayanti,25, beserta dua anak kembarnya, M. Frida Mardhani dan M. Frida Mardhanu (12). "Ini foto-foto mereka," ujar Rustam pada The Jakarta Post. Dia mengharapkan, orang lain bisa mengenali keempat orang itu dengan melihat foto-foto yang disebarkan. "Siapa tahu, ada masyarakat yang menemukan mereka dalam keadaan apapun, bisa menghubungi kami," jelasnya.

"Yang dilakukan pihak keluarga, hanya menunggu kabar, dan itu lebih menyiksa karena kami tidak bisa melakukan apa-apa," ungkap Kasmun pada The Jakarta Post. Warga Demak yang sudah tiga hari berada di RSU Dr.Soetrasno Rembang yang saat ini menunggu nasib baik Jumain,26, anaknya.

Simpang Siur

Penyebab kecelakaan kapal motor (KM) Senopati di perairan utara Pulau Jawa masih simpang siur. Pemerintah melalui Menteri Perhubungan RI Hatta Rajasa akan membuat tim untuk penyelidiki penyebab tenggelamnya KM Senopati yang hingga kini membuat kurang lebih 350 penumpangnya hilang.

Berdasarkan pengakuan penumpang KM Senopati yang selamat, sebelum tragedi itu terjadi, salah satu mesin KM Senopati sempat mati. Setelah itu, kapal miring ke kanan dan akhirnya terbalik. Penumpang yang berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan jaket pelampung dan perahu karet kebingungan karena jumlah jaket pelampung dan perahu karet tidak sebanding dengan jumlah penumpang kapal. Saat panik itu, banyak penumpang KM Senopati yang tercebur di laut tanpa menggunakan jaket pelampung dan perahu karet.

"Pemerintah akan membentuk tim khusus, tim ini yang akan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi di KM Senopati," kata Hatta Rajasa. Termasuk apakah ada salah satu mesin kapal yang rusak yang kemudian menyebabkan KM Senopati tenggelam dan sedikitnya jumlah jaket pelampung dan perahu karet. Hal itu dikatakan Hatta Rajasa ketika mengunjungi korban selamat KM Senopati di RSU DR. Soetrasno, Rembang Jawa Tengah, Minggu (31/12/06) ini.

Soal sedikitnya jaket pelampung dan kapal penyelamat yang ada di KM Senopati yang tidak sebanding dengan jumlah penumpang. Hatta mengatakan ketika itu anak buah kapal (ABK) KM Senopati sudah berusaha menyelamatkan penumpang dengan memberikan jaket pelampung dan kapal karet kepada penumpang saat KM Senopati mulai kehilangan keseimbangan. "Upaya menyelamatkan penumpang dengan jaket pelampung dan kapal karet itu sudah dilakukan, hal ini dikatakan ABK selamat yang saya temui," kata Hatta.

Hatta bersikeras, jumlah penumpang yang ada di atas KM Senopati tidak melebihi kapasitas. Karena dalam catatan resmi (cargo manifes) KM itu tertulis jumlah penumpang total ada 628 orang. Terdiri dari 542 pemumpang, 29 supir truk dan 57 ABK. "Pemerintah hanya melihat apa yang tertulis di catatan cargo manivest, jumlahnya 628 penumpang," kata Hatta Rajasa. Namun, lagi-lagi kata Hatta, tim khusus yang akan mencari tahu mengenai kepastian itu.

Hingga Senin(1/1/07) ini, upaya pencarian korban KM Senopati terus dilakukan. Pencarian dipusatkan di perairan utara dengan menurunkan empat pal KRI milik TNI AL, helikopter dan pesawat kecil jenis Nomad milik Skuadron 800 Armatim. Pencarian juga dilakukan oleh tim Seacrh and Rescue Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Besarnya angin, ombak dan awan mendung di atas peairan utara Jawa sempat membuat pencarian terhenti. The Jakarta Post yang mengikuti proses pencarian dengan pesawat Nomad, tidak membuahkan hasil. Pendeknya jarak pandang membuat pencarian tidak maksimal. Bahkan, satu kapal ikan yang membantu pencarian di perairan Jepada Jawa Tengah sempat pecah. Sejumlah 10 awaknya berhasil di selamatkan.

Dari ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, yang terlihat hanya deburan ombak. Diberkirakan tingginya 4-6 meter.Ombak semakin besar mendekati pulau Mandalika. Beberapa kapal kargo dan kapal tongkang nelayan yang melintas di perairan terlihat terangkat saat dihantam ombak.

Berdasarkan laporan tim SAR Jawa Tengah, Puluhan korban selamat KM Senopati ada yang terombang-ambing sampai ke Gresik dan Tuban Jawa Timur. Puluhan korban selamat juga berhasil di evakuasi oleh kapal barang berbendera Vietnam yang kebetulan melintas di perairan Utara Jawa. Senin dini hari, 11 korban selamat dan dua jenazah berhasil di evakuasi melalui pelabuhan Rembang Jawa Tengah. Dua jenazah disemayamkan di kamat mayat RSU Dr.Soetrasno, Rembang.
Bencana menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan masyarakat Indonesia ketika menapak ke awal tahun 2007. Faktanya, bencana mengiringi perjalanan tahun 2006, malahan gencar terjadi di pengujung tahun. Akankah tahun ini juga diramaikan oleh bencana di pelbagai daerah? Sebelum pertanyaan itu terjawab, bangsa perlu membangkitkan kesadaran moral untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Serangkaian bencana alam. Itulah kado perpisahan tahun 2006 bagi masyarakat Indonesia. Kado tersebut sekaligus menandai banyaknya peristiwa yang memilukan di Indonesia sepanjang tahun lalu. Tidak berlebihan jika banyak kalangan menilai tahun 2006 sebagai tahun penuh bencana bagi negeri yang indah ini.
Sejak bencana kekeringan melanda sebagian besar wilayah negeri mulai Agustus, masyarakat tidak henti-hentinya menunaikan shalat istighosah meminta hujan. Namun, ketika hujan mulai turun di awal Desember, langsung memicu bencana banjir. Editorial Media Indonesia yang ditayangkan di Metro TV, Selasa (19/12) langsung menghunjam lewat judul: Musim Bencana Telah Tiba.
Kedatangan musim hujan di bagian dunia lainnya merupakan berkat alam karena memberikan air kehidupan bagi bumi. Namun di Indonesia, sebagian daerah menikmatinya sebagai berkat, sebagian besar lainnya menerimanya sebagai bencana.
Gempa tektonik yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, merupakan bencana paling mengerikan di pertengahan tahun 2006, setelah gempa bumi yang disusul tsunami meluluhlantahkan Aceh dan Nias (26/12-2004). Korban tewas dalam gempa bumi DIY sebanyak 5.000 orang, sedangkan tsunami menewaskan tak kurang dari 200.000 orang. Padahal masyarakat DIY lebih mewaspadai letusan Gunung Merapi.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, gempa bumi mengguncang sejumlah daerah. Setiap guncangan gempa menimbulkan ketakutan lantaran masyarakat trauma dengan tsunami Aceh. Tanpa dikomando sekali pun, penduduk yang ketakutan berlarian mencari tempat-tempat yang lebih tinggi.
Masyarakat memang sudah waspada tsunami. Di saat masyarakat siap, tsunami malah tak datang. Namun begitu masyarakat lalai, tsunami malah menerjang kawasan-kawasan pantai selatan Jawa, 18 Juli 2006. Kawasan terparah diterjang tsunami adalah Pangandaran, mencatat korban 587 tewas dan 298 orang hilang.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Chalid Muhammad, mencatat 135 bencana ekologis sepanjang tahun 2006. Bencana ekologis diawali banjir dan tanah longsor di Jember, Jawa Timur, 1 Januari 2006. Tahun itu ditutup dengan bencana banjir di Aceh Tamiang dan tanah longsor di Madina, Sumut, dan Solok serta Padang Pariaman, Sumbar.
Manajer Program Penanggulangan Bencana WALHI, Sofyan mengatakan kepada Amron Ritonga dari Berita Indonesia, periode 2004 sampai awal Januari 2007, sangat rentan dengan bencana dan musibah. Musibah itu datang silih berganti lantaran ulah manusia sendiri yang ceroboh mengelola alam, berupa penebangan hutan secara liar, hutan menjadi gundul, sehingga mudah timbulnya banjir dan tanah longsor. Sebaliknya, di musim kemarau, Indonesia sangat rentan dengan bencana kekeringan.
Di sektor kehutanan, Walhi mencatat tiga akar masalah yang menjadi pemicu kehancuran hutan Indonesia. Pertama, keterbatasan kemampuan hutan alam dan hutan tanaman memasok kebutuhan kayu untuk industri perkayuan yang tumbuh pesat. Kedua, penyingkiran masyarakat dari kawasan hutan, dan ketiga, korupsi serta lemahnya penegakan hukum. “Seharusnya respon negara diarahkan secara maksimal pada penyelesaian ketiga akar masalah tersebut. Selain upaya serius bagi pemulihan kawasan hutan,” kata Sofyan.
Menurut hasil riset WALHI, meskipun tak bisa diprediksi, bencana tsunami akan muncul kembali mengingat tingkat kerawanan bencana di Indonesia mencapai 83 persen. Kata Sofyan, tidak berarti masyarakat harus pindah mencari tempat yang lebih aman, melainkan meningkatkan kemampuan mereka di dalam menghadapi bencana. Bila bencana itu tiba, masyarakat tidak lagi menganggapnya sebagai bencana karena sistem sosialnya tidak terganggu, tidak ada korban, bahkan masyarakat menganggapnya sebagai hal biasa.
Korban Jiwa
Kepungan banjir dan tanah longsor menimpa sejumlah daerah, sehingga korban jiwa dan harta benda terus berjatuhan. Daerah-daerah yang rawan longsor adalah kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, Solok dan Padang Pariaman, Sumatera Barat. Bencana longsor di tiga daerah mencatat korban secara keseluruhan hampir 100 orang. Selain longsor, gempa bumi menggeser patahan, sehingga 17 desa terisolasi beberapa hari. Tahun 2006 juga ditandai bencana kabut asap, akibat pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, menyerbu Singapura dan Malaysia. Juga semburan lumpur panas PT. Lapindo Brantas selama berbulan-bulan sejak Agustus 2006, menyengsarakan ribuan warga Sidoarjo, karena rusaknya sawah dan rumah mereka.
Tahun 2006 ditutup dengan tragedi yang memilukan, tenggelamnya KM Senopati Nusantara (29/12) di perairan Mandalika dalam pelayaran dari Pangkalan Bun, Kalimantan Selatan ke Tanjung Mas, Semarang. Selain puluhan korban yang meninggal lantaran ganasnya laut, KM Senopati, sampai sekarang lenyap bersama lebih dari 400 penumpang. Sedangkan tahun 2007 disongsong oleh kecelakaan pesawat Boeing 737-400 milik Adam Air (1/1). Pesawat itu, diperkirakan meledak berkeping-keping bersama 102 orang di dalamnya.
Reruntuhan pesawat tersebut tidak diketemukan selama 10 hari. Operasi pencarian melibatkan pesawat, helikopter dan kapal laut serta ribuan tenaga pencari di darat dan di laut. Namun penemuan ekor pesawat oleh seorang nelayan di Desa Bojo, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, menguak penemuan serpihan-serpihan berikutnya.
Kecelakaan Adam Air, ternyata merupakan pembuka tabir sejumlah musibah di udara sepanjang pekan-pekan awal tahun 2007. Hampir bersamaan kecelakaan terjadi pada alat transportasi darat, laut dan udara. Misalnya, pesawat Lion Air yang gagal lepas landas karena as belakangnya patah, pesawat tergelincir, mendarat darurat dan mendarat lagi tidak lama setelah lepas landas.
Laut Menebar Teror
Wilayah perairan laut di tahun 2007, tampaknya belum berhenti menebar teror, seperti halnya di tahun 2006. Seminggu setelah memasuki tahun 2007, puluhan jiwa melayang saat berlayar di berbagai wilayah perairan di Indonesia. MI, Rabu (3/1) melaporkan sejumlah peristiwa naas yang menimpa berbagai jenis transportasi laut. Di antaranya, sebuah speed boad tenggelam diterjang ombak di Muara Sampit, Kalimantan Tengah. Speed boad itu bertolak dari Kecamatan Pagatan, Kabupaten Katingan, menuju Sampit dengan muatan 24 orang, 10 orang di antaranya dinyatakan hilang. Pada hari yang sama juga dilaporkan, dua kapal nelayan asal Pati, Jawa Tengah, tenggelam diterjang ombak di perairan Indramayu, Jawa Barat. Namun, kelima anak buah kapal selamat.
KM Loyan Jaya 9 dilaporkan hilang di perairan Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat. Dalam peristiwa naas itu lima nelayan dinyatakan hilang. Juga kapal motor cepat Ayu Lestari yang memuat 14 penumpang, tenggelam, 9 orang dinyatakan tewas. KMC Ayu Lestari diterjang ombak, tenggelam di perairan Sitirok, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Senin (1/1).
Harian Kompas melaporkan dua kapal motor cepat tenggelam di Laut Ambon, menewaskan 5 penumpang. Satu dari dua kapal cepat itu tenggelam dihantam ombak di perairan Seram bagian barat dalam perjalanan dari Latu, Kecamatan Kairatu ke Kulur, Kecamatan Saparua (1/1). Kapal cepat lainnya, Timahu 01, tenggelam di perairan Desa Wailelu.
Ombak besar yang bergemuruh di berbagai wilayah perairan Nusantara, tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga membawa kesengsaraan bagi nelayan dan keluarganya, karena mereka tidak bisa melaut sehingga tidak mampu menyediakan kebutuhan sehari-hari. Kesulitan para nelayan ini diungkapkan oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta, Yan Winatasasmita. Misalnya, ribuan nelayan di Cilincing dan Muara Angke berhenti melaut karena besarnya gelombang laut. Kini mereka mulai kesulitan untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari.
Di Darat Juga Bencana
Bencana tidak pernah memilih tempat untuk beraksi. Karena itu, tidak ada tempat yang aman bagi siapa pun ketika bencana menebar teror. Situasi ini menghantui masyarakat ketika memasuki tahun 2007. Jika wilayah udara diterjang angin kencang dan laut digoncang gelombang ganas, maka daratan juga diterjang banjir dan tanah longsor.
Sejak memasuki tahun 2007, berbagai wilayah secara beruntun diterjang banjir, tanah longsor dan angin ribut. Masyarakat di banyak daerah tidak sempat merayakan pergantian tahun lantaran bencana banjir. Masyarakat di delapan kabupaten dan kota di Riau tidak dapat merayakan tahun baru karena terjebak banjir.
Daerah-daerah yang diterjang banjir; Kota Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Rokan, Kuantan Singingi, dan Kabupaten Palalawan. Ketika masyarakat lainnya bergembira di pergantian tahun, warga Riau yang tertimpa banjir, menderita berbagai penyakit, seperti ISPA, demam berdarah, dan penyakit kulit.
Hal yang sama juga dialami masyarakat Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Sebanyak 8 dari 11 kecamatan tidak bisa merayakan pergantian tahun karena terperangkap banjir dengan ketinggian hampir dua meter. Kecamatan-kecamatan tersebut; Sambas, Selakau, Tebas, Sejangkung, Teluk Keramat, Galing, Sajingan, dan Kecamatan Subah.
Masyarakat kota Bandung, Jawa Barat (2/1), diterpa hujan deras yang disertai angin kencang. Seorang penduduk tewas, empat lainnya menderita luka-luka karena tertimpa pohon di kawasan wisata Cimanggu, Desa Rancabali, Kecamatan Ciwidey. Bencana serupa juga menimpa wilayah Lampung Barat. Tidak ada korban jiwa dalam bencana itu, namun sedikitnya 287 bangunan rumah, sekolah, dan tempat ibadah, rusak diterjang angin puting beliung yang beraksi sejak 31 Desember 2006 sampai 1 Januari 2007.
Angin puting beliung juga beraksi sepanjang Kamis (4/1), menerjang berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Kabupaten Buleleng, Bangli, dan Gianyar, Bali sampai Kabupaten Bantul di DIY dan Kota Ambon, Maluku. Boleh dibilang, dilihat dari pertanda awal, tahun 2007 juga dihantui bencana dan musibah yang datang silih berganti. MH/AM/SH (Berita Indonesia 3

4 comments:

  1. cerita yang mengingatkan tragedi senopati,tp ttp msh ingin berlayar dg menghadapi segala gelombang.cerita yang mengingatkan tragedi senopati,tp ttp msh ingin berlayar dg menghadapi segala gelombang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. :) jd teringat kembali. krn alhamdulillah saya salah satu korban selamat KM Senopati Nusantara..
    terimakasih atas postinganya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Assalamualaikum kak boleh minta wa kk? Saya tia asal Pangkalanbun.

      Delete