Matematika berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Sejarah ilmu pengetahuan menempatkan matematika pada bagian puncak hierarki ilmu pengetahuan, seakan-akan menjadi ratu ilmu pengetahuan. Penempatan demikian ini bisa menimbulkan mitos bahwa matematika adalah penentu tingkat intelektualitas seseorang. Jika seseorang tidak mengerti matematika berarti dia tidak pintar. Padahal kepintaran seseorang itu beraneka macam. Ada yang sangat pintar dalam bidang sains, yang lainya di bidang seni, yang lainnya di bidang olahraga, namun tidak mengerti matematika.
Mitos yang demikian, selanjutnya bisa membentuk mitos-mitos lain. Karena dianggap sebagai penentu tingkat intelektual seseorang, matematika menjadi standar untuk tes-tes intelektual atau penempatan. Matematika selalu hadir dalam ruang-ruang tes untuk menyaring tingkat kemampuan seseorang. Akibatnya, matematika selalu berhubungan dengan penyelesaian yang dibatasi waktu dan melibatkan perhitungan-perhitungan.
Masyarakat juga memiliki persepsi negatif terhadap matematika. Kebanyakan sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pendangan yang keliru mengenai matematika. Untuk memahami matematika secara benar dan sewajarnya, pertama-tama perlu diklarifikasi beberapa mitos negatif terhadap matematika. Beberapa mitos itu antara lain:
* Anggapan bahwa untuk mempelajari Matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang.
Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk dapat mempelajari matematika perlu kecerdasan yang tinggi, akibatnya mereka yang kecerdasanya rendah tidak termotivasi untuk belajar matematika.
* Matematika adalah ilmu berhitung. Kemampuan berhitung memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun berhitung hanya sebagian kecil dari keseluruhan isi matematika. Selain mengerjakan pehitungan-perhitungan, orang juga berusaha memahami mengapa perhitungan itu dikerjakan dengan sesuatu cara tertentu.
* Matematika hanya menggunakan otak.
Aktivitas matematika memang memerlukan logika dan kecerdasan otak. namun logika dan kecerdasan saja tidak mencukupi. Untuk dapat berkembang, matematika membutuhkan kreativitas dan intuisi manusia seperti halnya seni dan sastra. Kreativitas dalam matematika menyangkut akal-budi, imajinasi, estetika, dan intuisi mengenai hal-hal benar. Para matematikawan biasanya mulai mengerjakan penelitian dengan menggunakan intuisi, dan kemudian membuktikan bahwa intuisi itu benar. Kekaguman pada segi keindahan dan keteraturan sering kali menjadi inspirasi dan motivasi bagi matematikawan untuk menciptakan terobosan baru dalam pengembangan matematika. Dengan kata lain, untuk mengembangkan matematika tidak hanya menggunakan otak kiri, tapi juga harus mampu menggunakan otak kanannya dengan seimbang.
* Yang paling penting dalam matematika adalah jawaban yang benar.
Jawaban yang benar memang penting dan harus diusahakan. Namun yang lebih penting adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika, yang lebih penting adalah proses, penalaran, dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai akhirnya menghasilkan jawaban yang benar.
* Kebenaran dalam matematika bersifat mutlak.
Kebenaran dalam matematika sebenarnya bersifat nisbi. Kebenaran matematika tergantung pada kesepakatan awal yang disetujui bersama yang disebut postulat atau aksioma. Bahkan ada anggapan tidak ada kebenaran(truth) dalam matematika bahwa matematia, yang ada hanyalah keabsahan (validity), yaitu penalaran yang sesuai dengan aturan logika yang digunakan manusia pada umumnya.
* Matematika tidak berguna dalam kehidupan. Kebanyakan masyarakat yang berpendapat seperti ini disebabkan selama menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang atau hampir tidak pernah memberikan informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata. Kebanyakan guru hanya memberikan materi yang berorientasi agar siswa dapat mengerjakan soal-soal dengan lancar dan mendapatkan nilai yang tinggi dan memuaskan.
No comments:
Post a Comment